Senin, 22 Oktober 2012

Imam keluarga

“Kalau sampai ayah ibu kenapa-kenapa, terus kamu nggak dibolehin sama suamimu keluar rumah, jangan keluar!”
Kata-kata keras dari Ayah itu berarti dalam untuk saya, membuat saya memaknainya dengan pilahan sisi yang tak cukup satu dua.
Saya tahu dan sadar, seorang istri adalah makmum dari suaminya. Yah tentu saja, itu berikut kesadaran bahwa sang suami memang seorang imam yang membawa keluarga ke arah kebaikan di jalan Allah.
Lalu ketika saya mengetahui ayah saya juga sadar akan hal itu, saya cukup bahagia. Suatu saat nanti jika memang saya ada dalam posisi patuh terhadap kata-kata suami, sementara banyak orang justru mencoba membuat saya sangsi, hati saya bisa tenang karena ayah dan ibu saya ada dalam posisi turut mendukung keputusan suami.
Di sisi lain, kata-kata ayah saya tersebut, yang sejalan dengan keyakinan saya, juga membuat saya menjadi orang pemilih hingga kini. Malam ini saat menelepon ibu, kembali ibu saya bertanya, sudahkah saya memiliki calon suami?
Untuk kesekian kalinya saya kembali tersenyum. Dengan tenang dan meyakinkan, saya coba tenangkan ibu saya tentang mengapa saya tak begitu mudah memilih seseorang untuk hadir dalam kehidupan saya.
Saat menikah kelak, bukan lagi kedua orangtua saya yang harus saya patuhi. Sebagai wanita, suamilah yang menjadi imam saya. Jika suami saya tidak peduli dengan keluarga saya, kurang memiliki rasa empati terhadap orang-orang yang menjadi darah daging saya, saya sungguh tidak mau menjadi orang yang harus terputus atau merenggang hubungan silaturahmi terutama dengan kedua orangtua saya.
Ditambah lagi watak keras yang saya miliki. Saya sungguh tidak mau di suatu waktu nanti menjadi istri pembangkang atas apa yang suami saya telah putuskan. Karena yang saya sadari sejak kini, saya akan patuh pada keputusan siapapun yang menjadi pemimpin saya asalkan apa yang telah diputuskan adalah sesuatu yang baik dan memang seharusnya. Saya sangat percaya, Tuhan akan memberikan seorang imam untuk saya yang mampu mengendalikan watak keras saya dengan keputusan-keputusan bijaknya.
Telahkah saya terlalu menjadi sosok pemilih? Biarkan saja siapapun berkata demikian. Saya seorang hamba yang masih terus berusaha, dan saya hanya percaya Tuhan dengan segala macam caraNya yang penuh kejutan. :)

0 komentar:

Posting Komentar