Selasa, 30 Oktober 2012

kisah sedih

Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, …- Amsal 29:17
Berikut ini adalah salah satu ungkapan pengalaman seorang ibu yang berumur tujuh puluh tahun yang diberi judul “Kisah Sedih”, berkenaan dengan gagalnya ia menjadi orang tua.
Sejak awal sudah merupakan tahun-tahun yang sulit, penuh penyakit, penuh masalah, pemberontakan, keacuhan, kemalasan dan tidak ada motivasi. Salah satu anak kami menderita cacat mental dan keluar masuk rumah sakit jiwa. Anak kami yang lain bergabung dengan gerakan Gay, komunitas homoseks. Selain itu, salah seorang anak kami yang lain mengikuti aliran kepercayaan sesat yang dipimpin oleh seorang religius yang seharusnya mendekam di penjara. Masih ada dua anak kami yang belum sempat saya ceritakan, karena sampai hari ini mereka tak ketahuan rimbanya. Dari lima anak kami, tak satupun dari mereka yang memberi kebahagiaan. Kami gagal sebagai orang tua dan mereka gagal menjadi manusia.
Sungguh, kisah pilu dan menyedihkan. Bagi kita sebagai orang tua, tidak ada hal lain yang lebih membahagiakan selain melihat anak kita bertumbuh menjadi orang yang baik, berkarakter, berguna, dan menjadi orang yang takut akan Tuhan. Melihat anak kita dalam keadaan baik jelas lebih membahagiakan daripada sekedar melihat deposito kita di bank yang semakin menumpuk. Lebih membahagiakan dibanding dengan kemewahan, popularitas, dan semua kenikmatan yang kita kecap.
Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya berada di posisi ibu tua yang menulis Kisah Sedih tersebut. Boleh jadi saya memiliki kekayaan, kemewahan, popularitas, jabatan dan semua kenikmatan. Namun semuanya itu menjadi tak berarti sama sekali jika saya gagal menjadi orang tua. Semuanya itu menjadi tak berarti sama sekali jika anak saya gagal menjadi manusia.
Membaca kisah tersebut, membuat saya merenung sekaligus berjanji dalam hati untuk menjadi orang tua yang baik dalam mendidik anak saya. Berharap renungan ini boleh membuka paradigma kita tentang sebuah keberhasilan. Bahwa sebuah keberhasilan tidak selalu diukur dari seberapa besar kekayaan yang kita kumpulkan, seberapa banyak kemewahan yang bisa kita dapatkan, seberapa tinggi jabatan yang bisa kita raih, melainkan, seberapa baik kita mendidik anak-anak kita.

0 komentar:

Posting Komentar