Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, …- Amsal 29:17
Berikut ini adalah salah satu ungkapan pengalaman seorang ibu yang berumur tujuh puluh tahun yang diberi judul “Kisah Sedih”, berkenaan dengan gagalnya ia menjadi orang tua.
Sejak awal sudah merupakan tahun-tahun yang sulit, penuh penyakit,
penuh masalah, pemberontakan, keacuhan, kemalasan dan tidak ada
motivasi. Salah satu anak kami menderita cacat mental dan keluar masuk
rumah sakit jiwa. Anak kami yang lain bergabung dengan gerakan Gay,
komunitas homoseks. Selain itu, salah seorang anak kami yang lain
mengikuti aliran kepercayaan sesat yang dipimpin oleh seorang religius
yang seharusnya mendekam di penjara. Masih ada dua anak kami yang belum
sempat saya ceritakan, karena sampai hari ini mereka tak ketahuan
rimbanya. Dari lima anak kami, tak satupun dari mereka yang memberi
kebahagiaan. Kami gagal sebagai orang tua dan mereka gagal menjadi
manusia.
Sungguh, kisah pilu dan menyedihkan. Bagi kita sebagai orang tua,
tidak ada hal lain yang lebih membahagiakan selain melihat anak kita
bertumbuh menjadi orang yang baik, berkarakter, berguna, dan menjadi
orang yang takut akan Tuhan. Melihat anak kita dalam keadaan baik jelas
lebih membahagiakan daripada sekedar melihat deposito kita di bank yang
semakin menumpuk. Lebih membahagiakan dibanding dengan kemewahan,
popularitas, dan semua kenikmatan yang kita kecap.
Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya berada di posisi ibu tua
yang menulis Kisah Sedih tersebut. Boleh jadi saya memiliki kekayaan,
kemewahan, popularitas, jabatan dan semua kenikmatan. Namun semuanya itu
menjadi tak berarti sama sekali jika saya gagal menjadi orang tua.
Semuanya itu menjadi tak berarti sama sekali jika anak saya gagal
menjadi manusia.
Membaca kisah tersebut, membuat saya merenung sekaligus berjanji
dalam hati untuk menjadi orang tua yang baik dalam mendidik anak saya.
Berharap renungan ini boleh membuka paradigma kita tentang sebuah
keberhasilan. Bahwa sebuah keberhasilan tidak selalu diukur dari
seberapa besar kekayaan yang kita kumpulkan, seberapa banyak kemewahan
yang bisa kita dapatkan, seberapa tinggi jabatan yang bisa kita raih,
melainkan, seberapa baik kita mendidik anak-anak kita.
Selasa, 30 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar